News

Menkeu Setop Kenaikan Cukai Rokok 2026, Ini Analisis Ekonom Soal Dampaknya ke Industri

246
×

Menkeu Setop Kenaikan Cukai Rokok 2026, Ini Analisis Ekonom Soal Dampaknya ke Industri

Sebarkan artikel ini
Foto Istimewa

IDNZONE.COM – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026. Keputusan ini diambil setelah kementerian berdiskusi dengan produsen rokok yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri).

Keputusan tersebut disambut baik oleh Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Menurut Wija, sapaan akrabnya, langkah ini dinilai menjadi langkah awal yang penting dalam upaya menyelamatkan industri rokok ke depan.

Scroll kebawah untuk lihat konten
Advertisement

Wija menekankan bahwa ketika membahas CHT, pemerintah perlu menyeimbangkan berbagai aspek, mulai dari sisi fiskal, kesehatan, ketenagakerjaan, hingga daya beli masyarakat.

“Dalam situasi yang jauh dari ideal, saya rasa perlu kita pikirkan jalan tengah titik optimal tadi. Jadi aspek kesehatan mendapatkan perhatian, kemudian aspek ketenagakerjaan, aspek fiskal mendapatkan perhatian yang fair,” ujar Wija, dikutip Jumat (17/10/2025).

Wija menyarankan agar sebagian persentase dari penerimaan cukai hasil tembakau dapat dialokasikan secara spesifik untuk sektor kesehatan, misalnya untuk subsidi BPJS Kesehatan dan pengembangan rumah sakit di daerah-daerah.

“Cukai itu kan targetnya adalah untuk mengurangi efek negatif dari satu industri. Kalau pajak itu masuk ke pemerintah pusat digunakan untuk hal apapun,” jelasnya.

Namun, ia menambahkan prasyarat utama agar kebijakan ini berjalan efektif adalah terwujudnya industri rokok yang terkonsolidasi dan bebas dari peredaran rokok ilegal.

Tantangan Penerimaan Negara dan Rokok Ilegal

Sementara itu, Ekonom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai bahwa keputusan untuk tidak menaikkan cukai pada 2026 memberikan kepastian bagi produsen rokok.

Meskipun demikian, Achmad menyoroti tingginya ketergantungan fiskal negara terhadap cukai rokok, yang menyumbang lebih dari Rp 200 triliun per tahun.

Baca Juga  Menkeu Heran Cukai Rokok Tinggi, Pemerintah Lindungi Industri Rokok Dalam Negeri

“Tanpa kenaikan tarif, penerimaan sangat bergantung pada penertiban rokok ilegal,” kata Achmad.

Ia menilai jika pemberantasan rokok ilegal diawasi secara ketat, penerimaan negara bisa terjaga. Namun, jika pengawasan tidak optimal, risiko defisit anggaran bisa terbuka lebar. Achmad menyarankan agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bertindak lebih agresif dalam menutup celah peredaran ilegal.

Achmad juga berpendapat bahwa cukai rokok seharusnya tidak hanya diposisikan sebagai instrumen fiskal semata, tetapi juga sebagai instrumen kesehatan.

“Momentum ini harus dimanfaatkan untuk menertibkan pasar ilegal, memperkuat pengawasan harga eceran, dan mengalokasikan penerimaan untuk kesehatan masyarakat,” pungkas Achmad.

Keputusan final untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok diambil setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berdiskusi langsung dengan produsen rokok, menanyakan apakah tarif cukai rokok perlu diubah pada tahun depan. (HGB)